INVESTIGASINEWSCOVER.COM
JAKARTA – Bidang Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Masjid Istiqlal bekerjasama dengan Lembaga Dakwah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LD PBNU) dan Lembaga Takmir Masjid PBNU menyelenggarakan kegiatan Standardisasi Kompetensi Imam dan Khatib Jum’at. Program standardisasi ini merupakan yang pertama kali diadakan di masjid Istiqlal. Meskipun, standardisasi ini merupakan bagian dari agenda rutin bulanan yang telah dijalankan oleh LD PBNU, dan kali ini memasuki penyelenggaraan angkatan ke-9. Kegiatan ini berlangsung pada Sabtu, (26/4/2025), bertempat di Aula Pendidikan Kader Ulama Masjid Istiqlal (PKUMI), Jakarta.
Acara dibuka secara resmi oleh Kepala Bidang Pendidikan dan Pelatihan Masjid Istiqlal, Dr. KH. Mulawarman Hannase, Lc., MA. Hum. Dalam arahannya, ia menekankan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari prioritas Masjid Istiqlal dalam memperkuat posisi masjid Istiqlal sebagai pusat pendidikan umat.
“Standardisasi ini sangat penting untuk membentuk para dai yang bukan hanya mampu berbicara, tetapi juga mampu memahami kebutuhan umat dan mempersatukan masyarakat melalui dakwahnya,” tutur Dr. Mulawarman.
Lebih lanjut, ia mengingatkan pentingnya menjaga integritas dakwah di tengah tantangan globalisasi dan perkembangan media sosial, sehingga para imam dan khatib perlu dibekali dengan kecakapan intelektual, spiritual, dan sosial yang memadai.
Kabid Diklat masjid Istiqlal juga memaparkan sedikit tentang program PKUMI yang memiliki visi-misi menyebarkan ajaran Islam yang sopan, santun, ramah dan merangkul semuanya. Sehingga, para kadernya diharapkan mampu membawa dan menyebarkan ajaran Islam sebagai rahmatan lil’alamin karena PKUMI sendiri memiliki jargon “Moderat, Mendunia”.
Terakhir, ia mengajak para peserta standardisasi yang berminat untuk ikut bergabung dalam program PKUMI tersebut.
Selanjutnya, Sekretaris LD PBNU, KH. Nurul Badruttamam, M.A., dalam sambutannya menegaskan bahwa program ini bukan sekadar seremoni, melainkan bagian dari upaya berkelanjutan dalam meningkatkan kualitas dakwah Islam di Indonesia.
“Program ini menjadi bentuk komitmen LD PBNU untuk memperkuat peran imam dan khatib dalam membangun dakwah yang solutif, mendidik, dan relevan dengan tantangan zaman,” ujarnya.
Senada dengan itu, KH. Hasan Basri Sagala, MSI., Wakil Ketua LTM PBNU dalam sambutannya meneyampaikan bahwa kegiatan standardisasi ini merupakan bagian dari ikhtiar membangun kualitas dakwah yang beradab dan berwibawa di tengah masyarakat.
“Standardisasi ini bukan sekadar formalitas, melainkan upaya memastikan bahwa imam dan khatib NU memiliki kapasitas keilmuan, etika, dan kepekaan sosial dalam membimbing umat,” ujar KH. Hasan Basri Sagala.
Beliau juga menekankan pentingnya menjaga kehormatan mimbar Jumat sebagai wajah peradaban Islam yang rahmatan lil alamin.
Adapun materi yang diberikan dalam pelatihan ini meliputi: Fikih Imam dan Khatib, Retorika Dakwah, Manajemen Psikologi Imam dan Khatib, pemahaman konteks sosial budaya, serta penguatan wawasan keislaman berbasis kitab kuning. Para peserta juga mengikuti pre-test, serta sesi wawancara mendalam terkait bacaan dan hafalan Al-Qur’an.
Proses asesmen ini bertujuan memastikan bahwa peserta tidak hanya memahami teori, tetapi juga mampu mengaplikasikan pengetahuan tersebut dalam praktik dakwah sehari-hari. Dengan demikian, lulusan program ini diharapkan menjadi agen perubahan yang dapat menjawab kebutuhan masyarakat dengan pendekatan dakwah yang ramah, inklusif, dan membangun.
Selain fokus pada peningkatan kapasitas individu, kegiatan ini juga menjadi ruang mempererat kolaborasi antara Masjid Istiqlal, LD PBNU, dan LTM PBNU.
Dr. Mulawarman berharap kerjasama ini dapat terus berlanjut dan berkembang dalam berbagai program lainnya, untuk memperkuat jaringan dakwah yang lebih luas dan berdampak.
Senada dengan pesan di atas, Dirjen Bimas Islam, Prof. Abu Rokhmad juga sangat mengapresiasi dan mendukung program ini, “Terima kasih kepada Diklat Masjid Istiqlal dan LDPBNU yang sudah menyelenggarakan kegiatan istimewa ini, ini adalah bukti nyata dari perhatian kita semua kepada umat. Sudah seharusnya mimbar-mimbar dakwah diisi oleh pendakwah yang mengajarkan ajaran rahmat, kasih sayang, ramah. Dalam konteks dakwah, orang-orang berilmu tidak boleh minder dalam mewarnai mimbar-mimbar dakwah.”
Tercatat, lebih dari 190 peserta mengikuti kegiatan ini, menjadikannya sebagai pelaksanaan dengan jumlah peserta terbanyak sepanjang sejarah program standardisasi imam dan khatib yang diinisiasi oleh LD PBNU. Para peserta berasal dari beragam latar belakang, mulai dari penyuluh agama, mahasiswa, hingga pegawai Kementerian Agama, khususnya dari Kantor Wilayah Kemenag Provinsi Banten, Kantor Wilayah Kementerian Agama DKI dan Kabupaten Bogor.
Keberagaman peserta ini mencerminkan antusiasme yang tinggi terhadap pentingnya peningkatan kompetensi imam dan khatib dalam menghadapi dinamika masyarakat. Di sisi lain, hal ini juga memperlihatkan bahwa program ini memiliki relevansi yang kuat dalam memperkuat fungsi dakwah di berbagai lapisan masyarakat.
“Ini merupakan sejarah, selain karena saya orang NU, sebenarnya saya tertarik mengikuti program ini karena saya melihat adanya kolaborasi antara Diklat Masjid Istiqlal dengan LDPBNU. Tentu, semua orang tahu bahwa Istiqlal merupakan Masjid Nasional. Dan, mendapatkan sertifikat lulus standardisasi Imam dan Khatib dari masjid Istiqlal merupakan kebahagiaan tersendiri,” ungkap pak Basyir, dosen fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah, yang juga merupakan salah satu peserta program standardisasi ini.
Kegiatan ini dihadiri oleh beberapa tokoh, seperti Ketua PBNU, Dr. KH. Ulil Abshar Abdalla, MA., Dirjen Bimas Islam, Prof. Dr. Abu Rokhmad, M.Ag., Kepala Pendidikan dan Pelatihan Masjid Istiqlal, Dr. KH. Mulawarman Hannase, Lc., M.Hum., Sekretaris LD PBNU, KH. Nurul Badruttamam, MA., dan beberapa pemateri serta asesor.
Ketua PBNU dalam sambutannya pada acara penutupan, ia menekankan pentingnya membangun kapasitas da’i dan khatib yang memiliki kedalaman ilmu (‘ulama) sekaligus kemampuan retorika (al-wa’adh). Ia mengingatkan bahwa mimbar Jumat harus menjadi sarana pemersatu umat, bukan malah sumber perpecahan, dengan menghindari isu-isu kontroversial dan mengedepankan akhlakul karimah.
Beliau berpesan, “Jadilah ulama sekaligus penceramah yang mampu menyampaikan dakwah dengan hikmah dan kasih sayang, bukan dengan kemarahan dan permusuhan.”
Ia menegaskan pentingnya para khatib untuk lebih banyak mengangkat tema-tema tentang akhlak dalam khutbahnya. Akhlak adalah fondasi dasar dalam membangun masyarakat yang damai, harmonis, dan bermartabat.
“Kalau ingin menyampaikan pesan dakwah, berbicaralah tentang akhlak. Karena akhlak itulah puncak dari ajaran para nabi,” tutur Gus Ulil.
Menutup sambutannya, KH. Ulil Abshar Abdalla mengajak seluruh peserta untuk terus belajar, memperdalam ilmu, memperbaiki retorika dakwah, dan menjaga misi besar ahlussunnah wal jamaah an-nahdliyah dengan penuh kesungguhan, serta berkontribusi positif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Karena, sejatinya pendakwah harus bijaksana ketika menjadi khatib Jum’at, dengan cara menyampaikan materi yang ringan-ringan saja, yang menyatukan satu sama lain. Hindari menyampaikan hal-hal yang rumit, seperti fikih, lebih-lebih khilafiyah, hal-hal kontorversial seperti politik praktis dan lain sebagainya.
Posting Komentar